Pluralistik Culture Menuju Masyarakat Multi Culture
(Mengenal Kebudayaan India Bersama aji)
Jumat
malam 21 januari 2005, Anand Krishna Center Denpasar mendatangkan
pembicara tamu. Sebagai pembicara tamu kita kali ini adalah DR. Somvir.
Beliau dikenal sebagai dosen tamu di Fakultas Sastra dan S2 Kajian
Budaya Universitas Udayana. Untuk kedatangan beliau kali ini adalah yang
pertama kalinya dan beliau didampingi oleh Ms Nandini Krishna seorang
pelatih tari dari India yang baru 1 bulan mengajar tari di India Culture
Center Bali ini.
"Biasanya
orang jahat berkumpul dengan orang jahat membentuk suatu kelompok agar
lebih berani dan orang baik hanya berkumpul sekali-kali untuk kemudian
hilang" inilah kata yang pertama kali keluar dari mulut beliau begitu
membuka percakapan kali ini dan beliau sangat terkesan dengan doa yang
dilantunkan dari ke-4 agama, karena batasan-batasan sekat-sekat agama
tidak ada disini. Juga memuji keasrian dan bangunan AKC yang natural.
India
adalah negara yang sekuler, toleransi yang kuat dan menerima perbedaan
sebagai keberadaan Sang Pencipta. Jika setiap agama di dunia menerima
kebenaran agama lain maka masalah di dunia ini tak akan ada masalah.
Karena setiap agama memiliki esensi yang sama hanya ritualnya saja
berbeda. Dan yang terjadi di Indonesia sekarang ini kebanyakan adalah
mempermasalahkan perbedaan-perbedaan kulit itu saja dan tidak pernah mau
melihat kesamaan-kesamaan dari esensi yang satu adanya. Sehingga banyak
permasalahan-permasalahan timbul karena ketidakpahaman dan kesadaran
rendah mengenai ritual dari kalangan masyarakat bawah. Padahal tujuan
ritual itu sendiri adalah menjadikan diri kita selalu mengingat-Nya
dalam arti kata menjadikan spiritual sebagai gaya hidup. Begitu juga
dengan para elite atas dan para ulama-ulama dari masing-masing agama
selalu berusaha menonjolkan kehebatan agamanya masing-masing agar tidak
kehilangan umat. Yang terjadi adalah kwantitas lebih dipentingkan
daripada kwalitas itu sendiri.
Munculnya
buku-buku suci bukan hanya untuk satu agama saja melainkan untuk
seluruh umat manusia sehingga buku-buku suci atau kitab-kitab suci
bersifat universal. Kebudayaan India merupakan asimilasi dari berbagai
kebudayaan-kebudayaan besar yang pernah lahir di Dunia. Dan kebudayaan
India muncul dari Weda yang bukan hanya sebagai kitab suci karena Weda
adalah ilmu pengetahuan Semesta. Dari Weda pula muncul berbagai aliran
dan kebudayaan, berdasar hal itulah di India menjadi sekuler country
yang memiliki banyak culture dan hal ini tidak menimbulkan pertentangan
seperti yang terjadi di Indonesia. Karena masyarakat masa depan adalah
masyarakat multi culture dari berbagai negara, berbagai kebudayaan dan
satu kemanusiaan.
Indiapun
memiliki objek-objek wisata yang dibangun oleh orang-orang yang
beragama Islam seperti Taj Mahal dan lain-lain. Tetapi India tidak
mempermasalahkan hal itu. Tidak seperti yang terjadi di Indonesia yang
mana Candi Borobudur hanya dijadikan objek dan bahkan pernah di Bom
karena merasa peninggalan leluhur sendiri dirasa tidak seagama dengan
dirinya.
Menurut
Sanskrit diri kita pun harus menjadi pendeta bagi dirinya sendiri
karena pendita berarti adalah orang yang mengetahui kesalahan-kesalahan
diri sendiri. Dan sebagai orang yang beragama harus selalu koreksi diri
sendiri. Dan harus legowo dengan kritikan orang lain, sehingga manusia
akan menjadi bebas atau mokhsa dalam hidup ini. Bukan mokhsa yang
dipikirkan bahwa akan hilang jasadnya bila ajal menjemput, tapi moksha
dalam arti yang sebenarnya adalah bebas dari pikiran-pikiran yang
membelenggu dan bebas menerima segala masukan dari siapa saja.
Budaya
Bali akan berkembang seiring dengan kemajuan jaman tapi yang perlu
diketahui bukanlah mengajegkan budaya Bali seolah-olah baku, tapi
bagaimana kita dapat mempertahankan esensi budaya bali dengan local
genius yang kita miliki, mengambil yang baik dan membuang yang jelek.
Tidak seperti yang terjadi sekarang adalah memakai buah-buahan import
untuk banten persembahan hanya karena ingin dilihat mewah, memakai
kebaya brokat yang mahal-mahal hanya karena ingin dilihat seksi dan
melupakan tujuan ke pura itu sendiri, membiasakan berulang tahun di MC
Donald bagi anak-anak atau KFC, tidak mau mempelajari kebijaksanaan dari
budaya-budaya kidung dll. Begitu banyak ketimpangan-ketimpangan yang
tidak di protes dan direspon oleh masyarakat karena banyak orang
baik-baik di masyarakat tidak berani berbicara. Dan semua itu termasuk
kesalahan kita semua sebagai masyarakat yang hanya melihat dan
membiarkan hal itu terjadi. Apabila ingin budaya bali berkembang dan
tetap hidup di masyarakat dan senantiasa mewarnai kehidupan
sehari-hari, maka kita harus mempraktekan dan menggunakan budaya itu
sehari-hari dan tidak melupakan esensi yang terkandung dalam budaya Bali
karena banyak mengandung filsafat-filsafat hidup.
Modernisasi
jangan sampai menjadi budak perasaan, seperti contoh bila kita membeli
mobil baru kita merasa sudah keren dan cakep dan semua cewek pasti akan
melirik kita. Bila kita memakai jas kita sudah merasa paling penting dan
paling modern. Bila kita sudah menjadi wakil rakyat kita merasa menjadi
orang yang paling dihormati, dan sebagainya. Padahal modernisasi
bukanlah hal-hal semacam itu tetapi modernisasi adalah pikiran yang
sudah terbuka, keterbukaan pikiran dari ide-ide lain.tidak seperti katak
dalam tempurung.
Perasaan-perasaan
yang timbul dalam diri manusia apabila tidak terkendali akan sangat
mengganggu keharmonisan semesta, karena pada saat manusia berfikir
dialah pengendali semesta, maka manusia akan kecewa dan sakit. Saat
Tsunami datang manusia akan shock karena selama ini yang ada dalam
pikirannya, manusialah center dari semesta, bukan sebaliknya. Untuk
menuntun manusia dari pikiran-pikiran yang mengganggu inilah maka
kehadiran seorang guru sangat penting. Di India seorang guru bila
memberikan pelajaran kepada murid, yang pertama kali dilakukan adalah
membersihkan egonya dahulu. Setelah mengosongkan egonya baru sang guru
akan memberikan ajarannya dan membuka mata spiritualnya sehingga Sang
keberadaan akan menuntun dengan sendirinya. Dan bagi murid yang sangat
perlu diperhatikan adalah reseptivitas diri akan menuntun jiwanya untuk
bertemu dengan siapa saja dan menjadikan setiap makhluk sebagai guru
dalam perjalanan spiritual. Sesungguhnya Sad Guru yang satu itu hanyalah
Dia.
Mengenai
suka dan duka penyebab utamanya adalah dari pikiran itu sendiri, yang
datang dari indria manusia, dan juga suka duka yang ditimbulkan oleh
lingkungan manusia dan juga suka duka yang timbul karena alam seperti
Tsunami, gunung meletus dan lain-lain. Sehingga manusia dalam hidupnya
harus sadar akan keharmonisan alam semesta ini dan menjadi sahabat
dengan lingkungan, barulah akan tercipta external dan internal peace.
Semangat
yang ada dalam mencari kebenaran tidak boleh putus karena saat ini
banyak orang sembahyang karena merasa takut dengan kekuatan alam
sehingga menjadi ketakutan. Jarang ada orang sembahyang tanpa rasa takut
melainkan rindu kepada Sang Pencipta. Semoga kita semua adalah salah
satu dari pencinta Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar